![]() |
PRESTASI: Program religi "Komunikasi Hati Seorang Hamba" yang dibawakan oleh Guru Muha - Foto Dok Istimewa |
RILISKALIMANTAN.COM, KALSEL – Di sebuah studio sederhana milik Banjar TV, seorang pria paruh baya duduk tenang di hadapan kamera. Wajahnya teduh, suaranya lembut, dan kata-katanya mengalir pelan—namun dalam. Dialah Guru Muha, penceramah yang belakangan ini menyita perhatian publik lewat program religi bertajuk “Komunikasi Hati Seorang Hamba”.
Bukan gaya oratorik yang meledak-ledak. Tidak pula bahasa yang rumit. Ceramah Guru Muha justru menonjol karena kesederhanaan dan kedalamannya. Ia tidak hanya berbicara tentang hukum, tapi tentang hati tentang bagaimana manusia bisa membangun koneksi batin dengan Tuhannya di tengah kebisingan dunia.
“Kadang sinyal HP kuat, tapi sinyal hati ke Allah lemah. Itu yang perlu kita bersihkan,” ucapnya dalam satu episode, yang kemudian viral di media sosial.
Program itu berhasil membawa Banjar TV meraih Juara Pertama kategori ceramah di ajang Anugerah Syiar Ramadan (ASR) 2025. Namun bagi Guru Muha, kemenangan bukanlah tujuan akhir. “Ulun cuma menyampaikan. Jika ada yang merasa tersentuh, itu murni karena hidayah Allah,” ujarnya merendah.
Sebagai pimpinan Pondok Pesantren dan Panti Asuhan Raudhatul Muta’allimin Annahdliyah (RMA) di Guntung Manggis, Banjarbaru, keseharian Guru Muha diisi dengan mengajar, membina anak-anak yatim, dan membina akhlak. Di luar pesantren, ia juga aktif sebagai dosen FISIP di Universitas Islam Kalimantan (Uniska), serta rutin mengisi tayangan dakwah di televisi lokal.
Namun, yang menarik dari sosoknya bukan sekadar latar akademis atau gelar doktor yang ia sandang. Yang menonjol justru adalah ketulusannya dalam berdakwah. Ia tidak sibuk mengejar kamera. Ia memilih menyapa umat dari hati ke hati.
KPID Kalimantan Selatan mengapresiasi kehadiran tokoh-tokoh seperti Guru Muha dalam ekosistem penyiaran Ramadan. Tak hanya memberikan dakwah yang sejuk, tapi juga menjaga kualitas siaran yang menyejukkan dan mendidik.
Dari balik layar, Guru Muha memberi pelajaran penting: bahwa dakwah sejati tak selalu soal podium tinggi atau massa besar. Terkadang, ia cukup hadir dari sebuah studio kecil dan membekas di hati jutaan jiwa.
Penulis: H Faidur