Trending

ISYQAN: Syair Fiqih ala Saifullah, Penyuluh Agama Banjarbaru yang Siap Berlaga di Tingkat Nasional

SOSOK: Saifullah Ebnu Asshobiri, inovator metode hafalan fiqih bernama ISYQAN - Foto Dok H Faidur

RILISKALIMANTAN.COM, KALSEL – Lantunan syair khas Qasidah Burdah terdengar dari sebuah rumah sederhana di kawasan Pondok Pesantren Yasin, Banjarbaru, Rabu (21/5/2025). Di dalamnya, Saifullah Ebnu Asshobiri, penyuluh agama Islam Kemenag Banjarbaru, tengah membacakan potongan metode hafalan fiqih yang ia gagas dalam buku berjudul ISYQAN.

ISYQAN akronim dari Ilmu Syariat Qurani dalam Nadham adalah metode hafalan fiqih berbahasa Indonesia yang dikemas dalam format syair. Berbeda dengan metode konvensional, ISYQAN memadukan ilmu dengan nada, menjadikannya lebih mudah diingat sekaligus relevan dengan selera generasi muda.

“Ini bukan sekadar lagu. ISYQAN bisa dibawakan dengan lagu Burdah klasik, atau dengan irama populer seperti Tipe-X. Yang penting, pesan fiqihnya sampai dan melekat,” kata Saifullah, pemenang Juara I PAI Award 2025 tingkat Kalimantan Selatan.


Berbekal kemenangan tersebut, Saifullah kini bersiap mewakili provinsinya ke ajang nasional di Jakarta, Juli mendatang. Namun, bagi pria kelahiran Banjarmasin 18 Oktober 1985 ini, ISYQAN bukan semata kompetisi, melainkan wujud dakwah berbasis inovasi.

Metode ini sederhana namun dalam. Syair-syairnya mudah diingat, fleksibel dibawakan, dan menyentuh generasi yang lebih akrab dengan musik daripada majelis. Ia tak ingin mengubah ilmu, tapi menyentuh cara orang belajar. “Kalau kita bisa membuat mereka menikmati fiqih, mereka akan lebih mudah memahaminya,” ujarnya.

ISYQAN kini dipakai di berbagai tempat seperti panti tunanetra, sekolah, hingga pembekalan nikah di KUA. Di panti, para tunanetra tak hanya menghafal, tapi menciptakan irama sendiri. Di KUA, pasangan muda diajak menyanyikan hukum pernikahan agar tak mudah lupa. “Kalau ceramah bisa lewat. Tapi lagu, apalagi yang dinyanyikan bersama, akan membekas lebih lama,” katanya.

Kecintaan Saifullah terhadap syair Islam klasik membawanya ziarah ke makam Imam Al-Bushiri di Mesir pada 2023. Di sana, ia sempat melantunkan Qasidah Burdah langsung di hadapan makam sang penyair legendaris. Pengalaman spiritual ini kian menguatkan tekadnya menjadikan nadzam sebagai alat dakwah masa kini.

ISYQAN lahir dari keprihatinan Saifullah. Ia bercerita, pada 15 tahun lalu, ia pernah menjumpai santri lulusan pondok yang tak hafal rukun salat. Dari situ, ia merasa perlu menghadirkan cara baru agar fiqih bisa lebih akrab di telinga umat.

Penulisan ISYQAN sendiri dimulai sejak 2010 saat Saifullah kuliah di STAI Darussalam Martapura. Namun, kesibukan saat menjadi pimpinan Pondok Pesantren Yasin membuat proyek ini sempat tertunda hingga akhirnya rampung pada akhir 2024. Cetakan pertamanya sebanyak 200 eksemplar pun langsung habis terserap pasar.

“Bahkan bagian-bagian sulit seperti hafalan angka dalam fiqih, saya usahakan agar bisa masuk dalam irama. Contohnya, dua qullah itu 217 liter, saya buat jadi lagu ‘dua satu tujuh’ dalam nada Burdah,” jelasnya.

Menariknya, semua ide dan naskah buku ia tulis dari ponsel Android miliknya. Kini, buku tersebut telah terdaftar resmi dalam Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan sedang dicetak ulang.

“Bagi saya, ini bukan cuma karya, tapi bekal akhirat. Kalau saya sudah tiada, semoga ISYQAN tetap hidup, mengalirkan manfaat dan pahala,” ujar Saifullah.

Di tengah derasnya arus digital dan gempuran budaya populer, ISYQAN hadir sebagai jembatan antara tradisi dan inovasi. Saifullah membuktikan bahwa fiqih bisa disampaikan dengan cara yang menyenangkan, fleksibel, dan tetap bermakna. Bahkan lewat irama yang tak biasa.

Penulis: H Faidur 

Lebih baru Lebih lama