![]() |
| AKSES TANAH: Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menilai Reforma Agraria adalah langkah strategis wujudkan keadilan distribusi tanah -Foto dok ATR/BPN Barito Kuala |
RILISKALIMANTAN.COM, JAKARTA - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan bahwa Reforma Agraria merupakan instrumen utama untuk memutus rantai kemiskinan struktural di Indonesia. Penegasan tersebut disampaikannya saat menjadi keynote speaker dalam Seminar “Reforma Agraria dan Keadilan Distribusi Tanah untuk Mewujudkan Asta Cita” yang digelar pada Jumat (12/12/2025), di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta.
Menurut Nusron, upaya pengentasan kemiskinan tidak akan efektif jika hanya mengandalkan bantuan sosial atau pendekatan karitatif. Yang dibutuhkan adalah pemberian akses legal terhadap sumber-sumber ekonomi produktif, terutama tanah.
“Kemiskinan tidak bisa dientaskan dengan charity. Kemiskinan hanya bisa diatasi dengan memberikan legal access atau akses legal. Dan legal access yang paling vital adalah akses legal terhadap tanah,” ujar Nusron.
Ia menjelaskan, pandangan tersebut sejalan dengan pemikiran ekonom Hernando de Soto yang menekankan pentingnya legalitas aset sebagai fondasi peningkatan kesejahteraan. Sejumlah negara, kata Nusron, telah membuktikan bahwa pemberian kepastian hukum atas aset mampu menurunkan angka kemiskinan secara signifikan.
Di Indonesia, prinsip tersebut diterapkan melalui dua pendekatan utama dalam kebijakan Reforma Agraria. Pendekatan pertama adalah legalisasi tanah milik masyarakat yang belum memiliki kepastian hukum melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Nusron mengungkapkan, proses legalisasi tanah di Indonesia baru dimulai secara masif sejak 1961. Dalam kurun waktu 56 tahun sebelum PTSL diluncurkan, hanya sekitar 50 juta bidang tanah yang berhasil disertipikasi, atau kurang dari satu juta bidang per tahun.
“Sejak PTSL dijalankan pada 2017, terjadi lompatan besar. Dalam tujuh tahun, 60 juta bidang tanah berhasil disertipikasi. Capaian ini melampaui hasil kerja selama 55 tahun sebelumnya,” kata Nusron.
Ia menambahkan, pemerintah berkomitmen melanjutkan program PTSL dengan target lima tahun ke depan mampu menyelesaikan legalisasi 70 juta bidang tanah tambahan. Dengan demikian, sekitar 95 persen bidang tanah di Indonesia diharapkan telah bersertipikat. Saat ini, jumlah bidang tanah yang telah bersertipikat baru mencapai 55 juta atau sekitar 79 persen.
“Ini harus kita tuntaskan agar kepastian hukum atas tanah benar-benar dirasakan oleh masyarakat,” tegasnya.
Pendekatan kedua dalam Reforma Agraria adalah redistribusi tanah negara yang tidak atau belum dimanfaatkan kepada masyarakat yang membutuhkan. Tanah negara yang berstatus idle akan dialokasikan kepada kelompok miskin, khususnya masyarakat pada desil 1 hingga 3 yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian dan pengelolaan lahan.
“Program ini menyasar masyarakat miskin ekstrem yang membutuhkan tanah sebagai sumber penghidupan, sehingga Reforma Agraria benar-benar berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan,” jelas Nusron.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham menyatakan bahwa Reforma Agraria memiliki posisi strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Menurutnya, sektor pertanahan merupakan titik temu berbagai kepentingan, sehingga berpotensi menimbulkan konflik jika tidak dikelola secara adil dan terukur.
“Mengingat pentingnya posisi sentral pertanahan, jangan heran jika muncul banyak persoalan. Justru karena itu Reforma Agraria menjadi sangat penting sebagai upaya menata dan mengelola berbagai kepentingan tersebut,” ujar Idrus.
Seminar tersebut turut menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Asnaedi, Direktur Jenderal Penataan Agraria Embun Sari, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arso Sodikin, serta Ketua Umum Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika.
Sumber: ATR/BPN Barito Kuala
Tags:
ATR/BPN BARITO KUALA

