![]() |
PERUMAHAN: Salah satu kawasan perumahan subsidi di Kalsel - Foto Dok Nett |
RILISKALIMANTAN.COM, JAKARTA- Pemerintah menyatakan rencana pembangunan rumah subsidi berukuran lebih kecil atau rumah subsidi minimalis tidak bertentangan dengan regulasi yang berlaku.
Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Sri Haryati menyebutkan, kebijakan rumah subsidi dengan ukuran lebih kecil telah mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 14/PUU-X/2012.
"MK telah memutuskan bahwa ketentuan luas lantai rumah minimal 36 meter persegi dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat, karena dinilai dapat menghambat pembangunan rumah bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah)," kata Sri, dikutip dari keterangan resmi, Senin (9/6/2025) lalu.
Menurut dia, keputusan MK tersebut membuka ruang bagi pemerintah untuk merancang rumah subsidi dengan ukuran lebih efisien, selama tetap mengedepankan prinsip rumah layak huni.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2016 yang diubah melalui PP Nomor 12 Tahun 2021 memang menyebutkan ukuran lahan kavling antara 60-200 meter persegi, dengan lebar muka minimal 5 meter.
"Pernyataan tersebut bukan terdapat di batang tubuh melainkan di penjelasan," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa rumah subsidi minimalis tidak dimaksudkan untuk mengurangi kualitas hunian, melainkan memberikan alternatif yang lebih terjangkau dan strategis bagi MBR.
Pembangunan rumah subsidi minimalis dengan luas bangunan 18 meter persegi juga masih sesuai dengan ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.
"Luas tersebut masih memenuhi standar kebutuhan ruang per jiwa sekitar 6,4 meter persegi hingga 9 meter persegi, khususnya untuk keluarga kecil atau lajang," jelasnya.
Sebagai informasi, batas minimal luas rumah subsidi tampaknya bakal berkurang, baik itu luas tanah maupun bangunan. Hal itu tertera dalam draf aturan terbaru yang beredar dan sedang dirancang oleh Kementerian PKP.
Draf aturan yang dimaksud berupa Keputusan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Nomor/KPTS/M/2025 tentang Batasan Luas Tanah, Luas Lantai, dan Batasan Harga Jual Rumah dalam Pelaksanaan Perumahan Kredit/Pembiayaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan (Kepmen PKP Nomor/KPTS/M/2025).
Draf aturan tersebut mengatur salah satunya tentang batasan luas tanah dan luas lantai rumah umum tapak.
Adapun luas tanah paling rendah adalah 25 meter persegi dan paling tinggi 200 meter persegi. Sementara luas bangunan paling rendah adalah 18 meter persegi dan paling tinggi 36 meter persegi.
Kendati demikian, ketentuan luas tanah di atas disebut masih memerlukan perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PP Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Sebelumnya, batas minimal dan maksimal luas rumah subsidi diatur dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 689/KPTS/M/2023 tentang Batasan Luas Tanah, Luas Lantai, dan Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak Dalam Pelaksanaan Kredit/Pembiayaan Perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan (Kepmen PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023).
Di dalam beleid itu tertulis bahwa rumah umum tapak harus memiliki luas tanah paling rendah 60 meter persegi dan paling tinggi 200 meter persegi. Sementara luas lantai paling rendah 21 meter persegi dan paling tinggi 36 meter persegi.
Sumber: Kompas