Trending

Pemerintah Percepat Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk Jaga Ketahanan Pangan Nasional

 

LINDUNGI PETANI: 7,38 Juta Hektare Lahan Sawah Ditetapkan, 87 Persen Masuk LP2B -Foto dok ATR/BPN Barito Kuala
 

RILISKALIMANTAN.COM, JAKARTA - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mempercepat penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) guna menekan laju alih fungsi sawah yang selama ini mengancam ketahanan pangan nasional. Upaya tersebut dibahas dalam Rapat Koordinasi Percepatan Penetapan LP2B dan Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) di kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Selasa (11/11/2025).

“Rapat ini merupakan langkah percepatan pembentukan tim dan verifikasi penetapan LP2B serta LSD di berbagai provinsi, terutama di 12 provinsi prioritas. Tujuannya agar ketahanan pangan tercapai dan lahan pertanian tidak terus tergerus untuk kepentingan lain,” ujar Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid.

Dalam rapat tersebut disepakati, Menteri ATR/Kepala BPN bertindak sebagai Ketua Harian Tim Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian, sementara Menko Pangan ditunjuk sebagai Koordinator Pengendalian Alih Fungsi Lahan, didukung oleh Menko Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan sebagai Wakil Koordinator.

LP2B merupakan lahan sawah yang ditetapkan pemerintah untuk digunakan secara berkelanjutan sebagai lahan pertanian pangan dan tidak boleh dialihfungsikan. Penetapan LP2B berasal dari total Lahan Baku Sawah (LBS), sebagian di antaranya ditetapkan sebagai LSD dengan perlindungan hukum yang lebih ketat.

Pemerintah telah menetapkan LBS seluas 7,38 juta hektare, di mana sekitar 87 persen di antaranya masuk kategori LP2B yang tidak dapat dialihfungsikan. Namun hingga kini, baru 194 kabupaten/kota atau sekitar 57 persen wilayah yang telah mencantumkan LP2B dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

“Syarat mutlak dan paling dasar untuk mencapai ketahanan pangan adalah ketersediaan lahan. Lahan yang dimaksud tentu saja lahan sawah,” tegas Nusron.

Lebih lanjut, Menteri Nusron menyampaikan bahwa revisi Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah saat ini tengah disiapkan. Revisi tersebut diperlukan untuk menyesuaikan nomenklatur kementerian sekaligus memperluas cakupan LSD dari delapan menjadi 12 provinsi.

Sebelum kebijakan LSD diberlakukan, alih fungsi sawah di Indonesia mencapai 80.000–120.000 hektare per tahun. Namun di delapan provinsi yang telah menetapkan LSD selama lima tahun terakhir, angka tersebut turun drastis menjadi hanya 5.618 hektare.

Delapan provinsi itu meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatra Barat, Banten, D.I. Yogyakarta, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Pemerintah kini memperluas penerapan LSD ke 12 provinsi lainnya, yakni Aceh, Sumatra Utara, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.

Menko Pangan Zulkifli Hasan menyambut baik langkah percepatan tersebut.
“Ini kabar gembira. Dengan kebijakan ini, petani bisa lebih tenang karena sawah mereka tidak bisa dikonversi atau dialihfungsikan lagi. Artinya, lahan mereka aman untuk jangka panjang. Kami berharap proses ini segera rampung,” ujarnya.

Rapat koordinasi turut dihadiri oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Diaz Hendropriyono, serta perwakilan berbagai kementerian dan lembaga terkait.
Mendampingi Menteri Nusron hadir pula Dirjen Tata Ruang Suyus Windayana, Dirjen Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang Virgo Eresta Jaya, Sekretaris Ditjen Tata Ruang Reny Windyawati, dan Direktur Pengendalian Hak Tanah, Alih Fungsi Lahan, Kepulauan, dan Wilayah Tertentu Andi Renald.

Sumber: ATR/BPN Barito Kuala

Lebih baru Lebih lama