![]() |
| KARAKTER: Wamen ATR tekankan integritas, profesionalisme, dan empati kepada taruna baru STPN -Foto dok ATR/BPN Barito Kuala |
RILISKALIMANTAN.COM, JAKARTA - Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) sejak didirikan pada 1963 telah menjadi kawah candradimuka dalam mencetak tenaga ahli pertanahan dan tata ruang. Peran strategis perguruan tinggi kedinasan ini kembali ditegaskan oleh Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Ossy Dermawan, saat memberikan pembekalan sekaligus menutup kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Taruna Baru (PKKTB) Program Studi Diploma IV Pertanahan Tahun 2025, Kamis (11/9/2025).
“STPN ini bukan sekadar tempat menuntut ilmu, melainkan juga wadah pembentukan karakter dan kepemimpinan, serta panggilan pengabdian kepada bangsa dan negara,” ujar Wamen Ossy secara daring di hadapan para taruna baru.
Dalam arahannya, ia menekankan bahwa pekerjaan insan pertanahan dan tata ruang bukan sekadar membagikan sertipikat tanah. Taruna STPN, kata dia, dituntut untuk senantiasa berpegang pada prinsip integritas dan karakter yang kuat dalam melayani masyarakat.
“Kalian nantinya tidak hanya mempelajari teknis pertanahan atau hukum pertanahan, tetapi juga harus memahami filosofi, nilai keadilan, dan tanggung jawab moral. Kita semua mengelola sumber daya agraria untuk kepentingan rakyat. Maka kompetensi, integritas, dan keberpihakan pada masyarakat harus menjadi pegangan,” tegasnya.
Wamen Ossy menitipkan tiga nilai utama yang harus dijunjung tinggi para taruna STPN, yaitu integritas, profesionalisme, dan empati.
“Integritas adalah modal utama. Tanpa integritas, ilmu setinggi apa pun bisa disalahgunakan. Integritas berarti jujur, tidak menyalahgunakan wewenang, dan setia kepada amanat rakyat,” jelasnya.
Ia melanjutkan, profesionalisme juga menjadi tuntutan utama. Taruna STPN, kata Ossy, harus unggul secara teknis dan akademik, menguasai teknologi, memahami hukum pertanahan, serta mampu membaca tata ruang dengan baik. “Dengan profesionalisme, kepercayaan rakyat akan tumbuh,” tambahnya.
Selain itu, empati disebut sebagai nilai penyeimbang yang tidak kalah penting. “Integritas dan profesionalisme tidak cukup. Empati membuat ilmu kita tidak kering. Dengan empati, keputusan yang diambil akan lebih baik dan berpihak pada kebenaran,” tutupnya.
Sumber: ATR/BPN Barito Kuala

