![]() |
BICARA: Plh. Pemimpin Wilayah Bulog Kanwil Kalsel, Panji Lintang MS, saat membeberkan capaian Perum Bulog dalam menyerap hasil panen petani - Foto Dok Realita Nugraha |
RILISKALIMANTAN.COM, KALSEL – Perum Bulog Kantor Wilayah Kalimantan Selatan (Kanwil Kalsel) menegaskan komitmennya dalam mendukung ketahanan pangan nasional melalui percepatan penyerapan gabah petani. Langkah ini menjadi bagian dari kontribusi nyata Bulog dalam memperingati Hari Kebangkitan Nasional sekaligus menjawab tantangan kesejahteraan petani di daerah.
Plh. Pemimpin Wilayah Bulog Kanwil Kalsel, Panji Lintang MS, menekankan bahwa Bulog aktif menyerap hasil panen petani dengan mengacu pada harga pembelian pemerintah (HPP).
“Ini adalah bentuk dukungan kami terhadap Asta Cita Presiden untuk mencapai swasembada pangan,” kata Panji, dalam konferensi pers, Selasa (20/5/2025).
Menurut Panji, penyerapan gabah tidak hanya menjaga harga di tingkat petani agar tetap stabil, tetapi juga menjadi instrumen penting dalam membangun ketahanan pangan nasional. Hingga 19 Mei 2025, Bulog Kalsel telah menyerap 12.490 ton setara beras atau 98% dari target pusat, dan optimistis akan menuntaskan 100% target bahkan melampauinya pada akhir bulan.
“Stok beras kami mencapai 32.000 ton, tertinggi sepanjang sejarah Kanwil Kalsel. Bahkan kami harus menyewa gudang milik PT BGR karena kapasitas internal tidak mencukupi,” ungkap Panji.
Untuk mempercepat proses, Bulog membentuk Tim Jemput Gabah di setiap unit kerja. Tim ini bekerja sama dengan Babinsa, penyuluh pertanian, dan pemerintah desa guna menjangkau petani secara langsung dan menyerap gabah sesegera mungkin dari lapangan.
Selain itu, sinergi juga dibangun dengan 12 mitra maklon untuk proses pengeringan dan penggilingan, serta 68 pengusaha penggilingan padi di seluruh Kalimantan Selatan.
Sementara, Manajer Pengadaan Bulog Kanwil Kalsel, Radit, menyebutkan lima daerah utama pemasok gabah: Tanah Laut, Barito Kuala, Banjar, Banjarmasin, dan Banjarbaru. "Tanah Laut menjadi penyumbang terbanyak dengan 535 ton, diikuti Barito Kuala 508 ton,” ujarnya.
Meski demikian, tantangan masih menghantui para petani, terutama dalam soal harga. Banyak petani terpaksa menjual gabah di bawah HPP karena keterikatan dengan tengkulak.
“Mereka biasanya dihutangi saat masa tanam, lalu panen dijual kembali ke tengkulak dengan harga lebih rendah dari HPP, sekitar Rp6.200–6.300 per kilogram,” jelas Radit.
Padahal, pemerintah telah menetapkan HPP gabah di angka Rp6.500 per kilogram. Fenomena ini jelas bertentangan dengan kebijakan perlindungan petani.
Bulog pun mengajak media dan masyarakat untuk turut menginformasikan lokasi-lokasi panen yang rawan harga jatuh. “Kami siap turun langsung melakukan serapan untuk memastikan petani tidak dirugikan,” tegas Panji.
Dengan strategi ini, Bulog berharap dapat memperkuat kedaulatan pangan sekaligus memastikan kesejahteraan petani tetap terjaga—sebuah langkah penting dalam membangun fondasi Indonesia yang mandiri dan berdaya.
Penulis: Realita Nugraha