KLARIFIKASI TAPERA: Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko -Foto dok finance.detik.com |
RILISKALIMANTAN.COM, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko buka suara terkait iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera) yang menuai banyak protes karena memotong gaji pegawai. Ia menyebut hal itu terjadi karena belum dilaksanakan sosialisasi yang masif.
Moeldoko mengatakan Tapera merupakan perpanjangan dari Bapertarum (Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil) yang sebelumnya dikhususkan untuk aparatur sipil negara (ASN/PNS). Kebijakan ini diperluas untuk mengatasi masalah backlog perumahan di mana 9,9 juta masyarakat disebut belum memiliki rumah.
"Untuk itu maka pemerintah berpikir keras memahami bahwa antara jumlah kenaikan gaji dan tingkat inflasi di sektor perumahan itu tidak seimbang. Untuk itu maka harus ada upaya keras agar masyarakat pada akhirnya nanti bisa walaupun terjadi inflasi, tetapi masih bisa punya tabungan untuk membangun rumahnya. Itu sebenarnya yang dipikirkan," kata Moeldoko pada Jumat (31/5/2024) di Gedung Bina Graha Kantor Staf Presiden, Jakarta.
Selain itu, Moeldoko menekankan bahwa Tapera ini bukan potong gaji atau iuran, melainkan sistem menabung. Pekerja yang sudah mempunyai rumah disebut bisa mencairkannya ketika pensiun.
"Jadi saya ingin tekankan Tapera ini bukan potong gaji atau bukan iuran, Tapera ini adalah tabungan. Dalam UU memang mewajibkan. Bentuknya nanti bagi mereka yang sudah punya rumah bagaimana apakah harus membangun rumah? Nanti pada ujungnya pada saat usia pensiun selesai, bisa ditarik dengan uang atau pemupukan yang terjadi," ucapnya.
Besaran simpanan peserta Tapera yang ditetapkan adalah 3% dari gaji atau upah. Besaran tersebut terbagi atas 0,5% ditanggung pemberi kerja dan 2,5% wajib dibayarkan oleh pekerja.
Moeldoko meminta masyarakat memberikan waktu kepada pemerintah untuk memikirkan cara terbaik guna memenuhi kebutuhan rumah rakyat. Ke depan pemerintah mengaku akan menggencarkan komunikasi dan dialog dengan masyarakat dan dunia usaha, sebelum kebijakan ini benar-benar dilaksanakan 2027.
"Kita masih ada waktu sampai 2027. Jadi masih ada kesempatan untuk konsultatif, nggak usah khawatir," ucapnya.
Sumber: finance.detik.com