![]() |
SARANA TRANSAKSI: Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, cermati potensi judi online lewat E-Wallet, belum ada rencana pemblokiran -Foto dok cnbcindonesia.com |
RILISKALIMANTAN.COM, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencermati adanya indikasi penggunaan dompet digital atau e-wallet sebagai sarana transaksi untuk tindak pidana, khususnya judi online (judol). Meski demikian, PPATK menegaskan belum akan melakukan pemblokiran transaksi seperti yang dilakukan terhadap 122 juta rekening dormant pada periode Mei–Juli 2025.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, mengatakan bahwa risiko penyalahgunaan e-wallet memang ada, namun pihaknya masih dalam tahap pemantauan.
“Tapi e-wallet memang berisiko, kita sudah amati itu,” ujarnya saat ditemui di kantor PPATK, Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, menambahkan bahwa pemantauan ini difokuskan pada potensi e-wallet digunakan sebagai rekening penampung deposit judi online. Namun, hingga saat ini, saldo yang ditemukan umumnya bernilai kecil dan bersifat dormant atau tidak memiliki transaksi debit.
“Biasanya isinya Rp10 ribu, Rp5 ribu. Karena target kita bukan pemain, tapi menghentikan aliran depositnya,” kata Danang.
Ia menegaskan, langkah PPATK saat ini masih sebatas mencermati risiko, baik pada e-wallet maupun aset digital lain seperti kripto.
“Sekarang kripto juga bisa diperjualbelikan, itu juga ngeri,” tambahnya.
Sebelumnya, PPATK telah menuntaskan pemblokiran terhadap 122 juta rekening dormant di 105 bank. Rekening-rekening tersebut tidak memiliki transaksi debit selama 1–5 tahun.
Analisis dimulai sejak Februari 2025, dengan proses pemblokiran dilakukan bertahap mulai 16 Mei hingga Agustus 2025 dalam 16 batch. Dari jumlah itu, ditemukan 1.155 rekening yang digunakan untuk berbagai tindak pidana dengan total dana mencapai lebih dari Rp1,15 triliun.
Rinciannya, tindak pidana perjudian menempati jumlah terbesar dengan 517 rekening senilai Rp548,27 miliar, diikuti tindak pidana korupsi sebanyak 280 rekening senilai Rp540,68 miliar. Sementara itu, tindak pidana lain meliputi:
- Cybercrime: 96 rekening, Rp317,5 juta
- Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU): 67 rekening, Rp7,29 miliar
- Narkotika: 65 rekening, Rp4,82 miliar
- Penipuan: 50 rekening, Rp4,98 miliar
- Perpajakan: 20 rekening, Rp743,43 juta
- Penggelapan: 16 rekening, Rp31,31 miliar
- Terorisme: 3 rekening, Rp539,35 juta
- Penyuapan: 2 rekening, Rp5,13 juta
- Perdagangan orang: 7 rekening, Rp22,83 juta
PPATK menegaskan akan terus memantau pergerakan dana mencurigakan di semua kanal, baik perbankan konvensional maupun instrumen keuangan digital, untuk mencegah dan memutus aliran dana hasil kejahatan.
Sumber: cnbcindonesia.com